“Ia memastikan, pemerintah dengannya segera menangani dan mencari solusi yang nyata,” jelas Marwan, Kamis dalam Jakarta.
Tarif impor 32 persen terhadap Indonesia produk yang dianggap potensial turunkan daya saing ekspor varsinya mesin, garmen, minyak nabati, dan produk perikanan Ia.
Industri pengolahan yang mempekerjakan 13,28% PNS nasional pun kena risiko tanpa tercantum. “Harga tambahan di pasar AS akan buruk bagi ekspor dan industri,” katanya.
Meski laporan EIU menyinyalir dampak ke Indonesia jauh lebih kecil berbanding negara Asia lain sehingga sama seperti China atau Jepang, perburuan dampak tidak langsung tetap ada. Marwan membentangkan risiko penurunan ekspor mitra dagang utama ke AS akan menekan permintaan mereka kepada Indonesia.
Sehingga, mendorong diversifikasi pasar ekspor, pertemuan baru pada perjanjian perdagangan bebas dan uang dan berbagai insentif pajak serta subsidi bagi industri terdampak. Stabilitas rupiah pun harus dijaga melalui kinerja moneter adaptif dan kebijaksanaan intervensi pasar oleh Bank Indonesia.
Sebuah perundingan dua negara, Marwan mekan diplomasi aktif agar Indonesia senantiasa sesuai dan dapat pengecualian atau frekuensi pemberian GSP dari AS.
Target:” dengan strategi fiskal, moneter, dan diplomatik yang matang, Indonesia bisa bertahan dan juga pertumbuhan dengan ketahanan ekonomi, pensauilanah perdagangan global”, demikian. *LPK.